2/2/11

Dunia kerja di PT. C**n L*


Perusahaan ini terletak di daerah Cik***, tepatnya di salah satu kawasan industri terbesar di daerah tersebut.
Saya masuk ke perusahaan ini sejak tanggal 16 Agustus 2010 atau sekitar 2 bulan sejak kelulusan saya.
Dalam tahap persiapan sebelum produksi, masalah yang dihadapi PT. Ch*n L* cukup kompleks dan membuat orang pusing tujuh keliling. Mulai dari urusan container yang
tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok karena izin penangguhan pajak mesin yang tidak kunjung dikeluarkan oleh Bea Cukai, sidak-sidak yang bertubi-tubi dari kepolisian (Polres, Mabes Polri), sampai pada keluhan masyarakat terhadap asap boiler yang dimanifestasikan melalui timpukan batu dan makian.

Selain itu, pengalaman yang saya dapatkan selama mengabdi pada perusahaan ini juga bisa dibilang sangat beragam walaupun kebanyakan adalah berurusan dengan orang pemerintahan. Pengalaman seperti bernegosiasi dengan petugas P2 Bea Cukai, menghadapi RT yang marah-marah sampai menggebrak meja, dan diinterogasi oleh Bagian Intelkam Polres mengenai keberadaan orang asing semua sudah pernah saya rasakan selama bekerja di PT. C**n L* ini.

Salah satu fenomena di daerah Tangerang yang mungkin jarang ditemui di daerah lain adalah calo. Keberadaan calo ini sepertinya mustahil untuk dihilangkan. Hati saya sangat miris
jika melihat para karyawan/karyawati yang melamar ke perusahaan tempat saya bekerja harus menyetor uang sebesar Rp. 1.000.000 - Rp. 1.700.000 kepada calo-calo yang biasa mangkal di warung tepat di depan pabrik.
Biasanya calo-calo ini tidak bekerja sendirian. Mereka bekerja sama dengan "orang dalam" yang lazimnya berposisi sebagai HRD atau Kepala Pabrik. Cara kerja mereka bisa dibilang sangat rapi dan sistematik. Calo-calo bertugas untuk mencari "korban" alias pencari kerja. Mereka mengiming-imingi para pencari kerja jaminan untuk masuk ke perusahaan tertentu. Kemudian calo-calo tersebut berkoordinasi dengan HRD atau "orang dalam" di perusahaan tersebut. Tujuannya adalah agar "orang dalam" tersebut bisa meloloskan / menerima calon karyawan/karyawati yang mereka bawa. Berikutnya, setelah calon pencari kerja tersebut resmi diterima bekerja, sang calo pun langsung meminta "uang jasa" kepada calon pencari kerja yang telah dibantu. Biasanya, bila orang tersebut menolak untuk memberikan "uang jasa" kepada si calo itu, HRD yang telah bersekongkol dengan si calo tidak akan memberikan kartu absen kepada karyawan tersebut sampai si karyawan menyetorkan uang yang diminta. Uang tersebut nantinya akan dibagi dua antara si calo dan si "orang dalam".
Sangat menyedihkan memang nasib calon pencari kerja yang mendapat pekerjaan melalui calo. Sebagai gambaran, UMR provinsi Banten pada tahun 2011 adalah Rp. 1.285.000. Jika "uang jasa" yang diminta si calo berkisar antara Rp. 1.000.000 - Rp. 1.700.000 berarti si karyawan harus memberikan gaji selama 1 - 1,5 bulan secara cuma-cuma kepada calo-calo. Sedangkan dengan uang segitu, mereka mungkin masih harus menghidupi anak-anak dan istrinya. Sungguh miris, bukan?

Sebentar lagi, tepatnya pada akhir Mei 2011, saya akan meninggalkan perusahaan ini. Surat pengunduran diri sudah saya buat dan akan saya ajukan secepatnya. Tidak ada masalah yang berarti antara saya dan perusahaan (pimpinan, teman kerja dan lingkungan kerja). Satu hal yang membuat saya mengundurkan diri adalah karena ketertarikkan saya di dunia pariwisata lebih besar, walaupun gaji yang akan saya dapatkan di tempat kerja yang baru (travel agent) bisa dibilang jauh lebih kecil dari gaji yang saya dapatkan sekarang. Pilihan ini cukup sulit untuk saya, namun saya berharap ini adalah keputusan yang terbaik untuk masa depan saya.

0 comments: